Laman

Sunday, March 20, 2016

Quantum Resign Workshop

Waktu kuliah S2 spp satu semester Rp 2.500.000 ( dua juta lima ratus ribu ) dan workshop ini ditawarkan dengan harga Rp 985.000 ( anggap saja satu juta ) satu hari. Memang selisih 12 tahun sih (S2 - 1998 Workshop ini 2010), cuman rasa-rasanya mahaaaalll banget workshop ini. Akhirnya ikut juga sih, pertimbangannya kalau harus ikut misal di Jakarta saja, uang satu juta rupiah tidak cukup buat transport dan penginapan so kenapa tidak dicoba saja toh sudah baca bukunya.




Alhamdulillah materi dari Quantum Resign Workshop ini memberi wawasan yang sangat baru buatku. Aku jadi tahu bedanya Business Opportunity, Franchise dan Take Over. Aku jadi bisa ngeliat didunia praktek itu semacam kita merakit rangkaian elektronik atau memasak saja, jadi mencampur harus pas tanpa kita harus tahu detil dari setiap komponen atau bahan yang kita campurkan.Yang penting ada hasilnya tentunya hasil yang halal dan legal.

Merefinance hutang rumah kita dan membelanjakannya pada Take Over memang memungkinkan untuk mengurangi beban angsuran rumah dari penghasilan bisnis kita, yang lebih baik memang bisa impas atau bahkan penghasilan dari pembelian Take Over akan memiliki kelebihan dibanding angsuran setelah refinance.

Ada penjelasan rinci tentang bagaimana kita bisa melakukan refinance dan penjelasan rinci kenapa harus Take Over bukan jenis yang Business Opportunity atau Franchise, sebenernya sih cuman resikonya lebih rendah, kan mau pensiun jadi menjauhi resiko gitu. Yang sudah berhasil aku praktekkan adalah beli rumah baru tanpa uang muka dan itu ternyata harus keliling untuk nyari pasangan developer dan bank yang bekerjasama untuk urusan itu, sudah beberapa developer kutanyai mereka tidak bisa sama sekali jadi memang harus rajin, rajin dan rajin bertanya.

Ada satu lagi informasi yang berguna adalah tidak perlu beli unit link, kalau mau asuransi ya asuransi saja kalau mau reksadana ya reksadana saja, so tidak perlu dicampur aduk gitu. Serupa info yang pernah kudapat dari seorang praktisi keuangan di Singapore kalau beli asuransi yang tanpa kembalian itu lebih murah, betul juga sih.

Kudapat informasi ini dari TDA Solo Raya yang waktu itu masih baru juga. Training ini setelah berhasil dipraktekkan langsung membuatku bertanya-tanya jangan-jangan ada yang lebih josss gandos lagi selain training ini ? Dan mulailah petualanganku dari training ke training.

Dan ternyata ada juga pengais rejeki dari usaha training mahal semacam ini, sementara mereka sendiri tidak mempraktekkan training yang mereka jual, lucu juga sih. Mungkin semacam pemilik sekolah tinggi atau perguruan tinggi yang ternyata beliaunya hanya lulusan SMU. Setiap hal di kehidupan ini boleh dimaknai berbeda-beda oleh setiap orang.

Aku hanya wondering aja jika aku ikutan training ini tanpa pengalamanku sebelumnya IF - P3R - IAIT - KOFFIE - YIA - PAF - MI - KucingBOTak dan lain sebagainya, apa ya semudah itu aku memahami dan mempraktekkannya ?

Kenapa perlu pertanyaan ini, pertama aku berimajinasi untuk bisa me-re-arrange the dot connection, apa sih sesuatu dibalik atau bersama atau menempel disemua perjalananku ini. Kalau sisi fun-nya sih luar biasa fun. Cuman kok ya belum ketemu ini bentuk kalimat tunggalnya.

Kedua adalah bagaimana mendokumentasikan the project of experiencing something, sering suatu segmen perjalanan itu sepertinya terlewatkan begitu saja karena tiadanya dokumentasi yang memadai, atau karena pengalaman itu terlalu emosional jadi aku nggak pernah sempat menggunakan logika dokumentasiku untuk mengambil posisi pemimpin.

Ketiga adalah effeciency and effectiveness, setiap kali aku mulai project baru aku selalu melakukannya what ever it takes sampai ketemu hasilnya. Cuman sering hasil itu jarak dan beban keseluruhannya tidak terlihat sehingga sering resources sudah minus hasilnya masih kurang memuaskan.

6 comments:

  1. kalau ikut training kelas sejutaan perlu pengalaman berarti harus mulai dari training yang seperti apa Boss...?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo mulai dari berapa Rupiah, aku juga gak tau jawabannya. Seingatku dulu seminar sehari paling mahal yg pernah kuikuti tentang menjual stock photo oleh Deniek G. Sukarya. Waktu itu Rp 150.000 kira-kira tahun 1995-1996.
      Kalau sekarang sih kalau ditanya harga, aku sih lebih suka jawab PILIH BIDANG-nya dulu aja. Banyak juga gossip atau rumor training mahal yang benar-benar tak berguna. Bukan berarti trainingnya jelek, cuman si peserta gak tahu pengen jadi ahli apa ???
      Jurus umum pilih training itu apakah si trainer sudah terbitin buku ? Kalau bukunya masuk akal apalagi kita sudah pernah praktek bidang itu cukup waktu, bisa langsung di bandingkan dg YANG KITA ALAMI. Kemudian ada pembanding dg ahli yg lain, kadang ada orang bikin buku tanpa referensi, seperti dia dapat pengetahuan jatuh dari planet aja. Ahli yang lain ini berfungsi untuk pegangan juga, karena biasanya kalau sudah sangat hebat tidak ngasih training lagi. Atau kalau ngasih training kelewat moahal.

      Delete
    2. wah memuaskan... kalau Pak Nanung dapat info training gitu memang rajin nyari atau memang ada webnya ya?

      Delete
    3. Tanggal 12 November 2010 aku ikutan previewnya Harry Suwanda di Hotel Ibis Simpang Lima Semarang, dapet infonya dari Kompas, di rumah langganan Kompas ( informasi jenis ini biasanya di Kompas ). Berangkat dari Solo habis dhuhur, acaranya habis maghrib pulang dari jalan Cipto Semarang sekitar jam 1-2 pagi sampai rumah solo jam 7-8 pagi. Nah gimana tuh menjelaskannya ?
      ( Puas sekali dengan preview ini walau nggak ikut karena untuk waktu itu 17 juta belum termasuk menginap seminggu di hotel sekitar 3 juta )
      Kalau pas ikutan Deniek G Sukarya sih aku kan bergabung dengan komunitas fotografi di Bandung kalau di ikutan Quantum Resign Workshop pas gabung komunitas TDA Soloraya.
      Web bagiku tidak menjelaskan kualitas training, cross reference ( cek silang ) lebih menjelaskan. Kemaren waktu jadi Tutor Trading Profit ya sempet ngrasani sana-sini dan seperti mencocokkan saja, banyak trainer yang belum sanggup menuntun melewati jalan yang dia perlihatkan, alias masih ngambil untung utama dari ngasih training bukan mengamalkan ilmunya.
      Buatku buku masih lebih merepresentasikan kualitas trainer, misal ada yang bilang lho ini kan jamannya internet ya itu silahkan saja kan aku gaptek. Kembali buku fisik itu luar biasa. Meskipun banyak buku fisik memang dijual online oleh pengarangnya seperti punya Santo Vibby, Husni Gumilang. Buku java bagus saja tidak ada di took buku kok, dijual online sama pengarangnya juga. Menulis buku itu TIDAK MUDAH, buktinya yg sudah sekelas professor saja belum tentu bisa menulis BUKU YANG BERGUNA bukan buku untuk syarat kenaikan pangkat lho.
      Yang lebih menarik kata Adam Khoo, statistik menunjukkan hanya 5 persen para pembeli buku yang membaca melewati setengah buku yang dia beli.

      Delete
    4. Hm... lifestyle... komunitas juga ya....

      jadi hasil statistik itu faktornya dari bukunya ya? bukan cara membacanya ya Bos?

      Delete